Thursday 22 September 2011

Surat Balasan Heraklius

In the Name of Allah, the Most Beneficent, the Most Merciful. God Almighty says in the Holy Quran: "By Time, Indeed, mankind is in loss, Except for those who have believed and done righteous deeds and advised each other to truth and advised each other to patience." (Demi Masa! Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, dan mereka pula berpesan-pesan dengan kebenaran serta berpesan-pesan dengan sabar. (Surah Al-Asr ‘103: verse 1-3)


Di dalam naskah yang dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad dan Abu Ya'la dari Said bin Abu Rasyid, katanya: Aku pernah menemui orang Tanukhi (dari negeri Tanukh) yang menjadi utusan Heraclius kepada Rasulullah Sallallaahu`Alayhi`waa`Sallam di Himsh (Syam), dan ketika itu dia seorang yang sudah sangat tua, dan dia tetanggaku maka aku berkata kepadanya:

"Bolehkah engkau ceritakan kepadaku tentang surat kiriman Heraclius kepada Nabi Sallallaahu `Alayhi `waa `Sallam dan surat Beliau yang dikirimkan kepada Heraclius", aku membujuknya. "Boleh", jawabnya singkat. Orang tua itu lalu bercerita, katanya: Bila Rasulullah Sallallaahu`Alayhi`waa`Sallam tiba di Tabuk, Beliau mengutus Dihyah Al-Kalbi Radhiyallahu Anhu kepada Heraclius, pembesar Romawi.

Apabila surat Rasulullah Sallallaahu`Alayhi`waa`Sallam itu sampai ke tangan Heraclius, dipanggilnya semua rahib-rahib gereja dan pendetanya. Bila semua mereka telah hadir ditutupnya semua pintu-pintu, dan tinggallah kami bersama dengannya.

Heraclius berkata: "Utusan ini datang kepada kita, sebagaimana kamu sekalian melihatnya, dan dia menyeruku untuk memilih salah satu dari 3 perkara berikut: Dia menyeruku untuk mengikuti agamanya, ataupun membayar upeti Jizyah dari hasil negeri kita, sedang negeri ini tetap di bawah kekuasaan kita, ataupun kita menemui mereka di medan perang!

Demi Allah, kamu semua telah mengetahui dari apa yang kamu baca di dalam kitab-kitab kamu, bahwa kamu akan dikalahkannya. Maka lebih baiklah, kita mengikut agamanya, ataupun kita berikan saja upeti dari hasil harta kita"! Semua yang berkumpul di situ tidak senang dengan kata-kata Heraclius itu, muka mereka merah padam kerana marah.

Mereka berkata: "Apakah engkau mengajak kita untuk meninggalkan agama Kristian, supaya kita menjadi hamba kepada si orang badui yang datang dari negeri Hijaz itu?" Heraklius terkejut mendengar tentangan keras dari ahli-ahli agama itu.

Dia kini yakin, bila mereka keluar dari pertemuan itu, tentu mereka akan sebarkan berita itu di luar kepada penguasa-penguasa negara, dan tentulah dia akan diturunkan dari kerajaannya. Maka segeralah dia berkelit:

"Eh, nanti dulu! Jangan terburu nafsu!" kata Heraclius mempertahankan dirinya. "Sebenarnya aku katakan begitu hanya untuk menguji pendirian kamu, apakah kamu tetap teguh atas agama kamu itu?!" sambungnya lagi.

Kemudian Heraclius memanggil seorang Arab berbangsa Tujib yang memang menganut agama Nasrani dari kaum Arab Kristian, lalu dia memerintahkan: "Tolong carikan bagiku", kata Heraclius, "seorang yang pandai berbicara bahasa Arab, yang lidahnya lidah orang Arab. Bawa dia ke mari untuk membawa surat jawabanku kepada si orang badui itu".

Berkata orang tua dari Tanukhi itu memberitakan peristiwa lama yang dialaminya, katanya: "Aku pun dibawa kepada Heraclius lalu dia menyerahkan kepadaku sepucuk surat yang ditulis di atas tulang, lalu dia berkata pula:

"Bawalah suratku ini kepada orang yang mengaku Nabi itu", kata Heraclius. "Tetapi dengar baik-baik apa yang dikatakannya, dan ingat 3 hal berikut ini, jika dia sebutkan.

Perhatikan jika dia menyebut sesuatu tentang surat yang dikirimkan kepadaku, dengar apa pandangannya? Perhatikan bila dibacakan suratku kepadanya, apakah dia akan menyebut perkataan malam! atau tidak?

Dan yang terakhir, cuba berusaha sampai engkau dapat melihat di belakang tubuhnya, adakah suatu tanda yang menarik perhatianmu?! Ingat baik-baik 3 perkara ini, dan beritahu apa yang engkau lihat kepadaku!" pesan Heraclius dengan hati-hati.

Aku pun berangkat pergi membawa surat Heraclius itu, hingga aku tiba di Tabuk. Di situ aku bertanya kepada para sahabatnya: "Di mana ketua kamu, yang dikatakan Nabi?" tanyaku. "Di sana itu! Yang sedang duduk dikelilingi orang", jawab mereka. Aku lihat Nabi Sallallaahu`Alayhi`waa`Sallam itu sedang duduk di tepi takungan Air, di mana dia telah dikelilingi oleh para sahabatnya.

Aku pun maju ke depan, lalu mereka memberikanku tempat di depannya, bila diketahuinya aku datang sebagai utusan dari Heraclius. Aku pun menyerahkan surat itu kepadanya, dan diletakkan surat itu di atas pangkuannya.

Kemudian dia berkata kepadaku: "Dari mana engkau?" "Aku orang Tanukh!" jawabku. "Maukah engkau kembali kepada agama yang suci dari kepercayaan nenek moyang kamu Ibrahim (Alayhis Sallam)?" tanya Nabi Sallallaahu `Alayhi `waa `Sallam kepadaku.

"Aku ini utusan sebuah negara dan menganut agama negara itu, tidaklah wajar aku mengubah agamaku ini sehinggalah aku kembali kepada mereka dulu!" jawabku dengan jujur. "Memang benar Tuhan telah mengatakan:

Sesungguhnya engkau, hai Muhammad, tidak mampu memberikan petunjuk kepada siapa yang engkau suka, akan tetapi Allah-lah yang akan memberikan petunjuk itu kepada siapa yang disukai-Nya, dan Dia adalah lebih mengetahui tentang orang-orang yang mendapat petunjuk itu!" Nabi Sallallaahu `Alayhi `waa`Sallam terlihat kesal sekali, apabila orang menolak untuk menerima Islam. Aku berdiam diri saja, tidak tahu apa yang mesti aku katakan lagi.

"Hai saudara dari Tanukh!" tiba-tiba Nabi Sallallaahu `Alayhi `waa `Sallam menyeruku. "Aku telah menulis surat kepada Kisra (Pembesar Parsi), lalu suratku dikoyak-koyakkannya, kelak Allah akan mengoyak-ngoyakkannya dan kerajaannya", Nabi Sallallaahu`Alayhi`waa`Sallam berdiam sebentar.

Kemudian menyambung lagi: "Dan aku menulis surat kepada Pembesarmu, maka dia masih ragu-ragu lagi, dan orang ramai masih boleh membuat alasan (tidak tahu) selama kehidupan mereka aman tenteram". Nabi Sallallaahu`Alayhi`waa`Sallam berhenti sebentar.

Mendengar ucapan Beliau tadi aku berkata kepada diriku: Nah, salah satu dari 3 yang dipesan oleh Heraclius supaya aku ingat baik-baik. Aku pun keluarkan sarung isi panahku, lalu aku catat pada kulitnya.

Kemudian Beliau menyerahkan surat Heraclius itu kepada seorang yang duduk di kirinya untuk dibacakannya. Aku lalu membisik orang yang di sebelahku bertanya: "Siapa dia orang yang akan membaca surat Heraclius itu?" "Mu'awiyah!" jawab mereka.

Tiba-tiba dalam surat pembesarku Heraclius ada sebutan mengajak ke syurga yang luasnya seluas petala langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa". Kemudian ada bertanya: "Di mana letaknya neraka? Bila mendengar saja bunyi pertanyaan itu, Nabi Sallallaahu `Alayhi `waa `Sallam pun menjawab:

"SubhanAllah!, ajaib sekali pertanyaan ini?!" ujar Nabi Sallallaahu`Alayhi`waa`Sallam "Jadi di manakah malam bila datang siang?!" tanya Beliau. Aku berkata pada diriku: Ini satu lagi dari ucapan Beliau yang mesti aku catat. Beliau telah menyebut malam, yang mesti aku sampaikan kepada Heraclius nanti.

Sesudah selesai dibacakan kepada Beliau surat yang aku bawa itu, Beliau lalu berkata kepadaku: "Engkau patut diberi hadiah kerana engkau utusan kepada kami", ujar Beliau. "Jika kami ada hadiah, tentu kami akan berikan kepadamu. Akan tetapi kami sekalian adalah orang-orang musafir yang memyimpan bekal yang terbatas", jelas Beliau.

Tiba-tiba terdengar suatu suara dari hadapan Beliau, suara salah seorang sahabatnya: "Aku yang akan memberikannya hadiah, jika engkau benarkan, ya Rasulullah!" Orang itu lalu mengeluarkan dari bungkusannya sepasang pakaian kuning dan diletakkannya di pangkuannya.

Lalu aku bertanya ingin tahu: "Siapa yang menghadiahkanku pakaian ini?" "Usman!" jawab mereka. Kemudian Rasulullah Sallallaahu `Alayhi `waa`Sallam berkata pula: "Siapa suka menerima orang ini sebagai tamunya?" "Saya!" kata seorang pemuda dari kaum Anshar. Orang Anshar itu pun bangun mengajak aku pergi.

Apabila aku hampir meninggalkan majlis Nabi Sallallaahu`Alayhi`waa`Sallam itu, Beliau memanggilku pula seraya berkata: "Hai saudara dari Tanukh!", kata Nabi Sallallaahu`Alayhi`waa`Sallam. Aku pun segera mendekatinya sehingga aku berdiri di sisinya. Beliau lalu menarik pakaiannya sehingga terbuka bagian belakangnya, sambil berkata kepadaku:

"Mari ke sini, tunaikanlah tugasmu, sebagaimana yang disuruh oleh tuanmu!" kata Beliau. Maka terlihatlah padaku apa yang bertanda di belakang badannya itu, yaitu semacam cap (khatamun-nubuwah) di bagian atas bahunya seperti tanda bulat

(Al-Haitsami: Ma'ma'uz-Zawa'id 8:235-236; Al-Bidayah Wan-Nihayah 5:15)